Siapa yang gak kenal dia?. Cowok yang juga kapten tim
futsal sekolah. Juara olimpiade kimia se-propinsi, ditambah lagi fisik dia yang
perfect banget. Tingginya sekitar 175 sentimeter, proposional lagi. Plus lagi
dia adalah anak dari kepala sekolah SMA-ku. Kurang apa coba?.
Semua cewek so’pasti gimana caranya terlihat menarik di
depan dia. Bahkan segala macam cara dipakai Fita-cewek termodis dan terpopuler
di sekolah-untuk bisa buat dia tertarik. Tapi?. Ibarat tu cowok bunga, mereka
lebahnya. Apa gak kebalik ya?.
Aku bener-bener mimpi!. Dia sekarang ada didepanku!.
Senyum-maut-nya yang innocent memerlihatkan deretan giginya yang putih dan
tertata rapi. Tubuhnya wangi lagi.
Tapi sayang, dia ke kelasku bukan untuk menemui aku.
Jangankan ketemu!. Kenal aku aja boro-boro.
“jangan lupa kasih tau anak-anak yang lain, pulang
sekolah kumpul buat latihan. Pertandingan minggu depan kita mesti menang. Kita
sudah dapat imej jadi juara bertahan
tiap tahunnya. Kali inipun kita harus menang!. Oke..thanks ya Di!” ucap Kak Alvin.
“siap Kak!” tukas Abdi.
Kak Alvin, dia beranjak pergi. Abdi manggut-manggut
menerima perintah dari kapten tim futsalnya. kali ini aku coba
memberanikan diri menanyakan sesuatu kepada Abdi.
“Ehm…Di, mau ada pertandingan futsal ya?” tanyaku
sembari mendekati meja Abdi.
“heh?? Kamu nanya? Sama siapa?” sergahnya lalu tertawa
kearahku.
“sama kamu lah, sama siapa lagi?…” jawabku polos.
“helloooo…MISS RUMUS!! Aku tau kamu nanya ke aku, tapi
saranku sih kamu belajar aja deh di rumah. Gak penting loh pertandingan futsal
ketimbang buku-buku tebel temen kamu itu.oya kalaupun kamu mau nonton nih,
lepas aja kacamata kudamu. Bikin orang ilfil tau gak?!”
Kata-kata Abdi serasa ribuan jarum yang mengarah padaku
dan siap menancapkan ujung-ujung lancipnya di tubuhku. Sakit!.
Aku merasakan air mataku meleleh merayapi pipiku. Selalu
begitu. Aku tetap gak dianggap. Kapan aku gak dibilang culun, cupu?. Ada yang salah denganku
yang gak pernah sekalipun ganggu mereka. Aku juga pengen seperti yang lain yang
punya teman, bukan teman yang dibutuhkan hanya saat mereka ingin menyalin
tugas-tugasku.
Aku berlari keluar kelas. Kulihat Abdi masih tetap menertawaiku disambut koor
tawa anak-anak lainnya. Aku terus berlari ke arah toilet.
“aduh!” seruku. Kacamataku terjatuh entah kemana.
“heei…hati-hati dong,” seru seorang cowok yang tadi aku
tabrak. Ku seperti kenal dengan dia, tapi…
“ma..maaf..” aku buru-buru dan terus berlari tanpa
menghiraukan kacamataku yang tadi sempat terjatuh.
“huhft…akhirnya sampai rumah juga!” Aku melempar tasku
ke kasur. Badanku serasa pegal-pegal karena kegiatan hari ini terlalu membuat
energiku terkuras.
“eh, anak Bunda udah pulang..lho? kacamatamu mana?”
Bunda tiba-tiba masuk ke kamar. Aku merebahkan diri.
Pfuihh…
“eh…Bunda, iya, tadi jatuh terus gak tau ilang dimana.”
Bohongku. Maaf ya Bun…
“ilang? Koq bisa?” bunda membelai rambutku. Aku gak kuat
menahan perasaan yang sedari tadi mengganjal di hatiku. Air mataku lagi-lagi
menetes.
“Bunda…Faya benci!”
“benci kenapa?”
“kenapa sih semua orang seneng banget ngejekin Fay? Fay
jelek, jadul, kacamata Fay dibilang kacamata kuda, udah gitu Fay dipanggil miss
rumus. Kan
gak lucu Bun? Lagian Fay pengen kaya Fita atau Sandra. Cantik, populer, banyak
temennya…huhuhuu..” Aku semakin terisak dipangkuan bunda.
“kamu ini lucu. Makanya sesekali itu bergaul,
bersosialisasi sama temen-temen kamu. Terus tentang penampilan kamu…Bunda tau
harus gimana,” lagi-lagi bunda tersenyum.
“bundaaa….” Aku memeluk erat bunda.
Bunda emang the best buatku. Sejak kakak perempuanku meninggal
dalam kecelakaan setahun lalu, bunda paling takut kalau ada sesuatu terjadi
denganku.
Keesokan harinya.
“yaah…koq jadinya aneh begini Bun? Tuh Fay keliatan aneh
di cermin kan?” cecarku.
“siapa bilang? Kamu cantik koq,” kata bunda sembari
menyisir rambut panjangku yang tidak lagi aku kepang.
“iya..tapi apaan nih? pake lensa kontak? Bando? Kan panas bun kalau
rambutnya gak diikat.”
“percaya deh sama Bunda.” Bunda meyakinkanku lalu kembali tersenyum.
Aku menyusuri koridor sekolah yang masih agak sepi.
Mengarahkan pandanganku ke arah lapangan basket di sebelah kanan tempatku
berjalan. Dua orang siswa sibuk mendrible bola dan men-shootnya.
Aku menyapukan pandanganku ke sudut lain. Kak Alvin. Aku lihat dia sedang berdiri menatap ke arah
mading yang berjarak sekitar lima meter dari tempatku berdiri. Dia sempat
menoleh ke arahku. Ya Tuhan...cool banget.
“hei...kenapa melamun pagi-pagi?!
Kesambet non,” sapanya padaku. Aku masih sedikit tak percaya. Aku menolehkan
kepalaku ke belakang. Tidak ada siapapun.
“nyari siapa? Aku nyapa kamu lagi,”
Kak Alvin melemparkan sebuah senyuman dibibirnya. Senyumnya manis.
“A..aku Kak?” Aku mengarahkan telunjuk
ke wajahku sendiri. Masih dalam keadaan kaget dan gak menyangka. Sekarang
beneran aku merasa jantungku berpacu lebih cepat dari normalnya.
“dasar hobi melamun kamu, kamu
bukannya temen satu kelas Abdi?”
What!? Dia tau kalau aku teman Abdi.
“hey..” Kak Alvin melambaikan
tangannya di depan wajahku. “dasar aneh..ya udah, sampai ketemu ya,” Kak Alvin
berlalu sedangkan aku masih terpaku menatap kepergiannya.
Aku bersenandung lirih ke kelas.
Di kelas.
Beberapa pasang mata penghuni kelasku
kini menatap aneh ke arahku yang terdiam dipintu kelas.
Mereka pasti bakal menertawakan aku
lagi. Pikirku.
“Fay? Kamu Faya kan?” Abdi-si usil-
berlari mendekat padaku.
“iya lah, kenapa? Ada yang salah? Kamu
pasti mau ngetawain aku kan?” ucapku sembari melihat penampilanku begitu juga
Abdi.
“bukan Fay, bukan! Sumpah, kamu beda
banget hari ini, kamu cantik banget Fay.”
Oh God! Abdi kali ini ngatain aku
beda? Gak ngata-ngatain lagi?. Bunda benar.
“beda gimana?” aku lalu bergegas
menuju mejaku.
“penampilan kamu lah,” Abdi mengekor
di belakangku.
Bel pulang sekolah nyaring berbunyi
bersahutan dengan gaduh di kelasku menyambut waktu pulang sekolah. Tiba-tiba
Abdi menghampiri mejaku.
“ehm Fay, kamu pulang sendiri?” tanyanya.
“biasanya juga gitu kan? Ngangkot. Ada
apa?” aku masih sibuk membereskan beberapa buku.
“aku bantuin ya biar cepet,” Abdi
tersenyum lalu sibuk membantuku. Aneh! Dia itu makhluk super ‘paling’ di
kelasku. Paling jail, iseng, nyebelin tapi sekarang jadi 180o
berbalik dari biasanya Cuma gara-gara penampilanku hari ini?. Oh Bunda..it’s
magic.
“udah yuk,” katanya kemudian.
“thanks ya Di,” aku beranjak pergi
meninggalkan kelas dan berlari kecil menuju gerbang sekolah.
Tak berapa lama Abdi datang dengan
motornya lalu menyerahkan helm padaku.
“buruan, keburu hujan nih,”
“gak mau! Lagian mana ujan? Mendung
aja kagak, biasanya aku juga pulang sendiri. Lagian kamu biasanya paling suka
ngejailin aku, sekarang malah sok baik gitu.” Tukasku yang mulai agak sedikit
terganggu dengan perubahan sikap Abdi.
“Fay, plis dong jangan bahas itu
lagi.” Sergahnya.
Aku terpaksa menerima tawaran Abdi.
“Bun, tau gak? Gara-gara make overnya
Bunda. Fay jadi aneh tau sama sikap Abdi. Dia itu jadi sok-sok perhatian gitu
sama Fay. Fay kan sedikit risih sama sikapnya,” aku kembali memasukkan pastel
udang kemulutku sedangkan bunda sibuk dengan sulaman ditangannya.
“bagus dong, katanya kamu pengen
banyak temen. Abdi aja yang biasanya usil jadi naksir sama kamu.” Bunda
tersenyum.
“bunda nih, Fay kan sukanya sama Kak
Alvin,”
“iya bunda tau, tapi hak abdi dong mau
suka sama siapa,”
“Fay, besok datang ya,” kata Abdi yang
datang tiba-tiba saat aku lagi sibuk dengan soal fisika dari Pak Fuad.
“apaan?”
“yaah..tuh kan kupernya ketauan.
Penampilan udah oke tapi...”
“tapi apa?! Kalau mau ganggu nanti aja
deh Di,” aku sedikit mendorong tubuh Abdi menjauh dari tempatku duduk.
“bentar deh, kamu pasti tertarik,
pokoknya besok kamu harus datang ke pertandingan futsal seolah kita jam 4 sore.
Oke.” Abdi pergi.
Yes...akhirnya ada alasan aku buat
datang liat Kak Alvin.
Aku masuk ke GOR tempat pertandingan
futsal dan memilih tempat duduk di deret kedua dari depan, sengaja biar bisa
lebih jelas liat wajah Kak Alvin.
“Fay..datang juga. Oya kenalin nih
ketua tim futsal kita tapi aku yakin kamu pasti udah tau. Kak Alvin kenalin dia Faya.” Kata Abdi.
Kak Alvin menjabat tanganku seraya
tersenyum. Senyum yang selalu bikin cewek-cewek terhipnotis sama dia.
“Fay, jangan ngelamun gitu dong.”
Sergah Abdi membuyarkan lamunanku.
“eh...iya Di, maaf Kak,” tukasku. Aku
berusaha jaga sikap biar gak keliatan salting di depan Kak Alvin.
“Kak, Fay ini calon pacarku lho..”
gurauan Abdi membuatku bete.
Kak Alvin hanya ber-o ria. Sial si
Abdi apa-apaan coba pakai ngomong calon pacar. Mana di depan Kak Alvin.
Pertandingan tak berapa lama dimulai.
Sekitar 15menit skor lawan mengimbangi yaitu 1-1. Kak Alvin menguasai bola,
pihak lawan sempat kebingungan dengan serangan Kak Alvin. Bola melambung tinggi
dan mengenai tiang gawang lawan sebelah kanan. Penonton bersorak-sorai tegang.
Ternyata bola yang mengenai tiang meleset jatuh kedalam gawang tanpa dapat
dicegah oleh keeper lawan dan skorpun kembali mengisi papan skor sekolahku.
Hingga pertandingan berakhir kedudukan sekolahku lebih tinggi 2 poin dari SMA
lawan.
Yee...sorak-sorai kemenangan menggema
di GOR. SMAku seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu menjadi juara
bertahan.
Aku melihat Kak Alvin dikelilingi cewek
yang bergantian menjabat tangan mengucapkan selamat padanya. Kak Alvin sempat
melirik ke arahku yang masih terduduk ditempatku padahal semua penonton sudah
beranjak pergi.
Aku gak habis pikir apa yang Kak Alvin
kira dengan ucapan Abdi, tapi apa pedulinya? Toh dia gak kenal aku.
Akupun pergi. Aku sadar aku mana
pantas buat Kak Alvin . aku memang terlalu naif untuk mengakui perasaan ini.
Jelas aja, seorang Kak Alvin dia tenar, tim olimpiade kimia sekolah sedangkan
aku walau juga tim olimpiade fisika sekolah tapi bukan tipe cewek Kak Alvin.
“tunggu!” seru suara dari belakangku.
Aku melihat ke arah sumber suara. Kak Alvin?.
“Kak Alvin?”
“sopan banget, yang lain gantian kasih
ucapan selamat karena tim sekolah kita menang tapi kamu nyelonong pergi aja,”
Kak Alvin berjalan mendekat ke arahku.
“tapi Kak bukan maksudku, Cuma aku
ngerasa gak pantes aja ada disana, siapa aku?” air mata meleleh begitu saja
dipipiku. Kata-kata Kak Alvin sedikit membuatku tersinggung.
“terus buat apa kamu merubah
penampilan kamu kaya gini kalau kamu justru jadi seorang yang pengecut, gak
berani nunjukin diri kamu.”
“Kak, maksutnya apa sih tiba-tiba
ngomong gitu?” air mataku semakin deras mendengar tuduhan Kak Alvin.
“seorang Faya dulu dengan penampilan
yang sederhana walaupun sering dijahilin sama teman-temannya, tapi dia adalah
cewek yang kuat. Dia seorang yang cerdas, siswa berprestasi di bidang fisika.
Tapi sekarang? Apa dengan merubah diri kamu kayak gini bakal merubah apa yang
sebelumnya udah cukup kamu dapatkan?”
“Kak, Kakak gak tau rasanya jadi
seorang Faya yang ‘kuper’, gak punya temen bahkan dimanfaatin! Aku Cuma pengen
sedikit berubah sebatas itu, bukan merubah semuanya. Dan asal Kakak tau, Kakak
lah satu-satunya alasan aku berubah!” aku semakin terisak.
“maksud kamu apa Fay?”
“iya...Kakak! aku pengen terlihat di
mata kakak sama kayak cewek yang lain, cantik, menarik. Aku tau, mana ada cowok
bisa tertarik sama cewek cupu dan kuper kayak aku. Aku suka Kakak itu kenapa
aku berubah supaya Kakak menganggapku.” Kata-kata itu muncul begitu saja dari
bibirku, entah keberanian darimana sehingga aku bisa ngomong seperti itu di
depan Kak Alvin.
“Fay..tapi ini konyol!”
“aku tau ini bego, tolol. Karena jelas
aja Kakak gak bakal suka sama aku,”
“kamu salah Fay! Aku...jujur, aku udah
lama tertarik sama kamu sejak kita sama-sama ikut pembinaaan olimpiade sains.
Dengan kesederhanaan dan kepolosan kamu itulah yang membedakan kamu dengan
cewek lainnya. Kamu beda dimata kakak,”
“Kak...” ucapku lirih.
“Fay...Kakak lebih suka kamu apa
adanya. Kakak sempat shock waktu Abdi bilang kamu calon pacarnya tapi kakak
melihat kamu gak respon ucapan dia,”
“maksud Kakak apa?” Kak Alvin menarik
kedua tanganku. Tatapan matanya seolah mengunci tatapanku.
“kamu udah tau kan? Kamu mau jadi
pacar Kakak?” Kak Alvin tersenyum.
Aku sempat tersenyum disela isak
tangisku. Kak Alvin nembak aku, apa ini mimpi?.
“aku mau Kak,” binar bahagia terlihat
jelas di mata Kak Alvin.
“nah gitu dong, biar dari luar kamu di
bilang aneh tapi aslinya cantik.” Kak Alvin menggandeng tanganku berjalan di
koridor sekolah. Pagi itu adalah pagi terindah yang gak akan aku lupa. Karena
hari ini aku berangkat bareng Kak Alvin, pacarku.
“iya Kak..” ucapku.
“Faya? Kak Alvin? Kalian?” Abdi datang
tiba-tiba. Kami hanya tersenyum melihat Abdi bengong.
“jadi kalian udah jadian? Fay kamu kok
berubah lagi?” lanjutnya.
“Di..kamu datang kok nyerocos gitu,
kenapa? Sorry ya..aku duluan nih dapetin Fay,” ucap Kak Alvin. Kamipun berlalu
meninggalkan Abdi yang masih bengong.
@TiyasWidyastuti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar