follow me Kakaa

Selasa, 10 April 2012

Cowokku Idola


Siapa yang gak kenal dia?. Cowok yang juga kapten tim futsal sekolah. Juara olimpiade kimia se-propinsi, ditambah lagi fisik dia yang perfect banget. Tingginya sekitar 175 sentimeter, proposional lagi. Plus lagi dia adalah anak dari kepala sekolah SMA-ku. Kurang apa coba?.
Semua cewek so’pasti gimana caranya terlihat menarik di depan dia. Bahkan segala macam cara dipakai Fita-cewek termodis dan terpopuler di sekolah-untuk bisa buat dia tertarik. Tapi?. Ibarat tu cowok bunga, mereka lebahnya. Apa gak kebalik ya?.
Aku bener-bener mimpi!. Dia sekarang ada didepanku!. Senyum-maut-nya yang innocent memerlihatkan deretan giginya yang putih dan tertata rapi. Tubuhnya wangi lagi.
Tapi sayang, dia ke kelasku bukan untuk menemui aku. Jangankan ketemu!. Kenal aku aja boro-boro.
“jangan lupa kasih tau anak-anak yang lain, pulang sekolah kumpul buat latihan. Pertandingan minggu depan kita mesti menang. Kita sudah dapat imej jadi juara bertahan tiap tahunnya. Kali inipun kita harus menang!. Oke..thanks ya Di!” ucap Kak Alvin.
“siap Kak!” tukas Abdi.
Kak Alvin, dia beranjak pergi. Abdi manggut-manggut menerima perintah dari kapten tim futsalnya. kali ini aku coba memberanikan diri menanyakan sesuatu kepada Abdi.
“Ehm…Di, mau ada pertandingan futsal ya?” tanyaku sembari mendekati meja Abdi.
“heh?? Kamu nanya? Sama siapa?” sergahnya lalu tertawa kearahku.
“sama kamu lah, sama siapa lagi?…” jawabku polos.
“helloooo…MISS RUMUS!! Aku tau kamu nanya ke aku, tapi saranku sih kamu belajar aja deh di rumah. Gak penting loh pertandingan futsal ketimbang buku-buku tebel temen kamu itu.oya kalaupun kamu mau nonton nih, lepas aja kacamata kudamu. Bikin orang ilfil tau gak?!”
Kata-kata Abdi serasa ribuan jarum yang mengarah padaku dan siap menancapkan ujung-ujung lancipnya di tubuhku. Sakit!.
Aku merasakan air mataku meleleh merayapi pipiku. Selalu begitu. Aku tetap gak dianggap. Kapan aku gak dibilang culun, cupu?. Ada yang salah denganku yang gak pernah sekalipun ganggu mereka. Aku juga pengen seperti yang lain yang punya teman, bukan teman yang dibutuhkan hanya saat mereka ingin menyalin tugas-tugasku.
Aku berlari keluar kelas. Kulihat Abdi masih tetap menertawaiku disambut koor tawa anak-anak lainnya. Aku terus berlari ke arah toilet.
“aduh!” seruku. Kacamataku terjatuh entah kemana.
“heei…hati-hati dong,” seru seorang cowok yang tadi aku tabrak. Ku seperti kenal dengan dia, tapi…
“ma..maaf..” aku buru-buru dan terus berlari tanpa menghiraukan kacamataku yang tadi sempat terjatuh.


“huhft…akhirnya sampai rumah juga!” Aku melempar tasku ke kasur. Badanku serasa pegal-pegal karena kegiatan hari ini terlalu membuat energiku terkuras.
“eh, anak Bunda udah pulang..lho? kacamatamu mana?”
Bunda tiba-tiba masuk ke kamar. Aku merebahkan diri. Pfuihh…
“eh…Bunda, iya, tadi jatuh terus gak tau ilang dimana.” Bohongku. Maaf ya Bun…
“ilang? Koq bisa?” bunda membelai rambutku. Aku gak kuat menahan perasaan yang sedari tadi mengganjal di hatiku. Air mataku lagi-lagi menetes.
“Bunda…Faya benci!”
“benci kenapa?”
“kenapa sih semua orang seneng banget ngejekin Fay? Fay jelek, jadul, kacamata Fay dibilang kacamata kuda, udah gitu Fay dipanggil miss rumus. Kan gak lucu Bun? Lagian Fay pengen kaya Fita atau Sandra. Cantik, populer, banyak temennya…huhuhuu..” Aku semakin terisak dipangkuan bunda.
“kamu ini lucu. Makanya sesekali itu bergaul, bersosialisasi sama temen-temen kamu. Terus tentang penampilan kamu…Bunda tau harus gimana,” lagi-lagi bunda tersenyum.
“bundaaa….” Aku memeluk erat bunda.
Bunda emang the best buatku. Sejak kakak perempuanku meninggal dalam kecelakaan setahun lalu, bunda paling takut kalau ada sesuatu terjadi denganku.


Keesokan harinya.
“yaah…koq jadinya aneh begini Bun? Tuh Fay keliatan aneh di cermin kan?” cecarku.
“siapa bilang? Kamu cantik koq,” kata bunda sembari menyisir rambut panjangku yang tidak lagi aku kepang.
“iya..tapi apaan nih? pake lensa kontak? Bando? Kan panas bun kalau rambutnya gak diikat.”
“percaya deh sama Bunda.” Bunda meyakinkanku lalu kembali tersenyum.


Aku menyusuri koridor sekolah yang masih agak sepi. Mengarahkan pandanganku ke arah lapangan basket di sebelah kanan tempatku berjalan. Dua orang siswa sibuk mendrible bola dan men-shootnya.
Aku menyapukan pandanganku ke sudut lain. Kak Alvin. Aku lihat dia sedang berdiri menatap ke arah mading yang berjarak sekitar lima meter dari tempatku berdiri. Dia sempat menoleh ke arahku. Ya Tuhan...cool banget.
“hei...kenapa melamun pagi-pagi?! Kesambet non,” sapanya padaku. Aku masih sedikit tak percaya. Aku menolehkan kepalaku ke belakang. Tidak ada siapapun.
“nyari siapa? Aku nyapa kamu lagi,” Kak Alvin melemparkan sebuah senyuman dibibirnya. Senyumnya manis.
“A..aku Kak?” Aku mengarahkan telunjuk ke wajahku sendiri. Masih dalam keadaan kaget dan gak menyangka. Sekarang beneran aku merasa jantungku berpacu lebih cepat dari normalnya.
“dasar hobi melamun kamu, kamu bukannya temen satu kelas Abdi?”
What!? Dia tau kalau aku teman Abdi.
“hey..” Kak Alvin melambaikan tangannya di depan wajahku. “dasar aneh..ya udah, sampai ketemu ya,” Kak Alvin berlalu sedangkan aku masih terpaku menatap kepergiannya.
Aku bersenandung lirih ke kelas.
Di kelas.
Beberapa pasang mata penghuni kelasku kini menatap aneh ke arahku yang terdiam dipintu kelas.
Mereka pasti bakal menertawakan aku lagi. Pikirku.
“Fay? Kamu Faya kan?” Abdi-si usil- berlari mendekat padaku.
“iya lah, kenapa? Ada yang salah? Kamu pasti mau ngetawain aku kan?” ucapku sembari melihat penampilanku begitu juga Abdi.
“bukan Fay, bukan! Sumpah, kamu beda banget hari ini, kamu cantik banget Fay.”
Oh God! Abdi kali ini ngatain aku beda? Gak ngata-ngatain lagi?. Bunda benar.
“beda gimana?” aku lalu bergegas menuju mejaku.
“penampilan kamu lah,” Abdi mengekor di belakangku.


Bel pulang sekolah nyaring berbunyi bersahutan dengan gaduh di kelasku menyambut waktu pulang sekolah. Tiba-tiba Abdi menghampiri mejaku.
 “ehm Fay, kamu pulang sendiri?” tanyanya.
“biasanya juga gitu kan? Ngangkot. Ada apa?” aku masih sibuk membereskan beberapa buku.
“aku bantuin ya biar cepet,” Abdi tersenyum lalu sibuk membantuku. Aneh! Dia itu makhluk super ‘paling’ di kelasku. Paling jail, iseng, nyebelin tapi sekarang jadi 180o berbalik dari biasanya Cuma gara-gara penampilanku hari ini?. Oh Bunda..it’s magic.
“udah yuk,” katanya kemudian.
“thanks ya Di,” aku beranjak pergi meninggalkan kelas dan berlari kecil menuju gerbang sekolah.
Tak berapa lama Abdi datang dengan motornya lalu menyerahkan helm padaku.
“buruan, keburu hujan nih,”
“gak mau! Lagian mana ujan? Mendung aja kagak, biasanya aku juga pulang sendiri. Lagian kamu biasanya paling suka ngejailin aku, sekarang malah sok baik gitu.” Tukasku yang mulai agak sedikit terganggu dengan perubahan sikap Abdi.
“Fay, plis dong jangan bahas itu lagi.” Sergahnya.
Aku terpaksa menerima tawaran Abdi.


“Bun, tau gak? Gara-gara make overnya Bunda. Fay jadi aneh tau sama sikap Abdi. Dia itu jadi sok-sok perhatian gitu sama Fay. Fay kan sedikit risih sama sikapnya,” aku kembali memasukkan pastel udang kemulutku sedangkan bunda sibuk dengan sulaman ditangannya.
“bagus dong, katanya kamu pengen banyak temen. Abdi aja yang biasanya usil jadi naksir sama kamu.” Bunda tersenyum.
“bunda nih, Fay kan sukanya sama Kak Alvin,”
“iya bunda tau, tapi hak abdi dong mau suka sama siapa,”


“Fay, besok datang ya,” kata Abdi yang datang tiba-tiba saat aku lagi sibuk dengan soal fisika dari Pak Fuad.
“apaan?”
“yaah..tuh kan kupernya ketauan. Penampilan udah oke tapi...”
“tapi apa?! Kalau mau ganggu nanti aja deh Di,” aku sedikit mendorong tubuh Abdi menjauh dari tempatku duduk.
“bentar deh, kamu pasti tertarik, pokoknya besok kamu harus datang ke pertandingan futsal seolah kita jam 4 sore. Oke.” Abdi pergi.
Yes...akhirnya ada alasan aku buat datang liat Kak Alvin.


Aku masuk ke GOR tempat pertandingan futsal dan memilih tempat duduk di deret kedua dari depan, sengaja biar bisa lebih jelas liat wajah Kak Alvin.
“Fay..datang juga. Oya kenalin nih ketua tim futsal kita tapi aku yakin kamu pasti udah tau. Kak Alvin  kenalin dia Faya.” Kata Abdi.
Kak Alvin menjabat tanganku seraya tersenyum. Senyum yang selalu bikin cewek-cewek terhipnotis sama dia.
“Fay, jangan ngelamun gitu dong.” Sergah Abdi membuyarkan lamunanku.
“eh...iya Di, maaf Kak,” tukasku. Aku berusaha jaga sikap biar gak keliatan salting di depan Kak Alvin.
“Kak, Fay ini calon pacarku lho..” gurauan Abdi membuatku bete.
Kak Alvin hanya ber-o ria. Sial si Abdi apa-apaan coba pakai ngomong calon pacar. Mana di depan Kak Alvin.
Pertandingan tak berapa lama dimulai. Sekitar 15menit skor lawan mengimbangi yaitu 1-1. Kak Alvin menguasai bola, pihak lawan sempat kebingungan dengan serangan Kak Alvin. Bola melambung tinggi dan mengenai tiang gawang lawan sebelah kanan. Penonton bersorak-sorai tegang. Ternyata bola yang mengenai tiang meleset jatuh kedalam gawang tanpa dapat dicegah oleh keeper lawan dan skorpun kembali mengisi papan skor sekolahku. Hingga pertandingan berakhir kedudukan sekolahku lebih tinggi 2 poin dari SMA lawan.
Yee...sorak-sorai kemenangan menggema di GOR. SMAku seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu menjadi juara bertahan.
Aku melihat Kak Alvin dikelilingi cewek yang bergantian menjabat tangan mengucapkan selamat padanya. Kak Alvin sempat melirik ke arahku yang masih terduduk ditempatku padahal semua penonton sudah beranjak pergi.
Aku gak habis pikir apa yang Kak Alvin kira dengan ucapan Abdi, tapi apa pedulinya? Toh dia gak kenal aku.
Akupun pergi. Aku sadar aku mana pantas buat Kak Alvin . aku memang terlalu naif untuk mengakui perasaan ini. Jelas aja, seorang Kak Alvin dia tenar, tim olimpiade kimia sekolah sedangkan aku walau juga tim olimpiade fisika sekolah tapi bukan tipe cewek Kak Alvin.
“tunggu!” seru suara dari belakangku. Aku melihat ke arah sumber suara. Kak Alvin?.
“Kak Alvin?”
“sopan banget, yang lain gantian kasih ucapan selamat karena tim sekolah kita menang tapi kamu nyelonong pergi aja,” Kak Alvin berjalan mendekat ke arahku.
“tapi Kak bukan maksudku, Cuma aku ngerasa gak pantes aja ada disana, siapa aku?” air mata meleleh begitu saja dipipiku. Kata-kata Kak Alvin sedikit membuatku tersinggung.
“terus buat apa kamu merubah penampilan kamu kaya gini kalau kamu justru jadi seorang yang pengecut, gak berani nunjukin diri kamu.”
“Kak, maksutnya apa sih tiba-tiba ngomong gitu?” air mataku semakin deras mendengar tuduhan Kak Alvin.
“seorang Faya dulu dengan penampilan yang sederhana walaupun sering dijahilin sama teman-temannya, tapi dia adalah cewek yang kuat. Dia seorang yang cerdas, siswa berprestasi di bidang fisika. Tapi sekarang? Apa dengan merubah diri kamu kayak gini bakal merubah apa yang sebelumnya udah cukup kamu dapatkan?”
“Kak, Kakak gak tau rasanya jadi seorang Faya yang ‘kuper’, gak punya temen bahkan dimanfaatin! Aku Cuma pengen sedikit berubah sebatas itu, bukan merubah semuanya. Dan asal Kakak tau, Kakak lah satu-satunya alasan aku berubah!” aku semakin terisak.
“maksud kamu apa Fay?”
“iya...Kakak! aku pengen terlihat di mata kakak sama kayak cewek yang lain, cantik, menarik. Aku tau, mana ada cowok bisa tertarik sama cewek cupu dan kuper kayak aku. Aku suka Kakak itu kenapa aku berubah supaya Kakak menganggapku.” Kata-kata itu muncul begitu saja dari bibirku, entah keberanian darimana sehingga aku bisa ngomong seperti itu di depan Kak Alvin.
“Fay..tapi ini konyol!”
“aku tau ini bego, tolol. Karena jelas aja Kakak gak bakal suka sama aku,”
“kamu salah Fay! Aku...jujur, aku udah lama tertarik sama kamu sejak kita sama-sama ikut pembinaaan olimpiade sains. Dengan kesederhanaan dan kepolosan kamu itulah yang membedakan kamu dengan cewek lainnya. Kamu beda dimata kakak,”
“Kak...” ucapku lirih.
“Fay...Kakak lebih suka kamu apa adanya. Kakak sempat shock waktu Abdi bilang kamu calon pacarnya tapi kakak melihat kamu gak respon ucapan dia,”
“maksud Kakak apa?” Kak Alvin menarik kedua tanganku. Tatapan matanya seolah mengunci tatapanku.
“kamu udah tau kan? Kamu mau jadi pacar Kakak?” Kak Alvin tersenyum.
Aku sempat tersenyum disela isak tangisku. Kak Alvin nembak aku, apa ini mimpi?.
“aku mau Kak,” binar bahagia terlihat jelas di mata Kak Alvin.


“nah gitu dong, biar dari luar kamu di bilang aneh tapi aslinya cantik.” Kak Alvin menggandeng tanganku berjalan di koridor sekolah. Pagi itu adalah pagi terindah yang gak akan aku lupa. Karena hari ini aku berangkat bareng Kak Alvin, pacarku.
“iya Kak..” ucapku.
“Faya? Kak Alvin? Kalian?” Abdi datang tiba-tiba. Kami hanya tersenyum melihat Abdi bengong.
“jadi kalian udah jadian? Fay kamu kok berubah lagi?” lanjutnya.
“Di..kamu datang kok nyerocos gitu, kenapa? Sorry ya..aku duluan nih dapetin Fay,” ucap Kak Alvin. Kamipun berlalu meninggalkan Abdi yang masih bengong.



@TiyasWidyastuti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar